Monday, May 24, 2010

Hobby Mahal

Photography sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Sebuah hobi yang sangat mengasyikkan. Selain banyak menghamburkan uang, fotografi juga bisa menjadi mesin pencetak uang. Saya tidak asal bicara karena saya salah seorang pelaku industri photography yang sempat beberapa kali mereguk rupiah yang lumayan bila ada perkerjaan. Namun saat ini terkendala minimnya relasi, sehingga usaha saya masih jalan ditempat. Padahal berbagai cara telah ditempuh, mebuat website sudah pasti, sewa orang yang mengerti SEO baru beberapa minggu kemarin, promosi gencar di facebook, multiply, dll..Tapi masih saja jalan ditempat. Mungkin masih dituntut untuk bersabar. Semua ada jalannya.

Kembali ke judul pembahasan. Saya memang tidak pintar menulis. Hanya iseng-iseng melihat orang-orang pada ramai dan berlomba-lomba membuat blog tentang apa saja. Seperti tidak mau kalah saya juga ingin menulis walau pas-pasan. Seperti wabah fotografi yang melanda kota saya di Denpasar. Setiap orang tidak mau kalah, berlomba menjadi fotografer dadakan. Setiap orang berlomba menjadi model. Asal ber-higheel, asal bermini dress, sim salabim..jadilah ia seorang model yang fotonya terpampang di setiap halaman facebook. Seolah-olah dunia ini segampang itu.
Ya memang tidak bisa di pungkiri, kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi digital membuat orang-orang dimanja bak putri dan raja. Secepat kilat ia bisa menjadi seorang fotografer. tidak pandang bulu, pria/ wanita anak sekolahan ataupun pegawai swasta, asal berkantong tebal menglayutlah sebuah kamera semi profesional di lehernya. Walau ilmu pas-pasan, jerprat-jepret pun tak kalah heboh dengan seorang yang profesional. Bahkan lebih meyakinkan ketimbang dedengkot fotografi yang memang meragkak dari bawah. Mahal?ya..bagaimana tidak mahal, melihat harga rupiah dengan dolar yang masih berkisaran 9000an. Melihat separuh bahkan sebagian besar rakyat kita masih mengais-ngais rejeki dengan cucuran keringat dan darah. Sementara banyak orang masih memikirkan makan untuk esok hari. Tetapi fotografi malah tumbuh subur bak jamur yang menular ke setiap orang. Dengan harganya yang selangit, ada saja diantara rekan-rekan saya yang membeli peralatan fotografi baru. Sayapun heran, mereka sama sekali tidak pernah protes ataupun mengeluh, harga sedemikian menjulang masih dipandang wajar dan dimaklumi. Semenatra kalau dipikir-pikir kadang tidak masuk akal. Sebuah lensa saja setara dengan honda matic keluaran baru. Itu hanya untuk 1 keperluan, kebutuhan akan lensa dalam jeprat-jepret berbeda-beda tergantung obyek, lokasi, cahaya, dan efek yang di inginkan. Nah kebayang kan brapa motor matic yang menggelayut dileher atau merangsek di tas punggung untuk sebuah hobi dijaman edan seperti ini? Bagi orang diluar fotografi pasti tak habis pikir dengan fenomena semacam ini.


Fotogarfi ibarat candu, setiap penghasilan disihkan utuk menyalurkan hobi ini. Bagi yang memang berbisnis dengan fotografi seperti saya, akan berorietasi kepada update peralatan ketimbang memikirkan yang lain. Sehingga setiap penghasilan habis tanpa sempat dinikmati untuk hal-hal lain.